Sabtu, 04 Agustus 2012

270. Belajar dari Gadis Penjaga Toilet


Mengeluh, dan mengeluh. Selalu ku lakukan atas pekerjaan yang sering menumpuk dan tak kunjung usai. Penat memandang layar monitor dan tak jarang melepas letih dengan bercengkrama dengan kawan by YM. Facebook? Sudah lama ku tanggalkan sejak fasilitas dari Ping.Fm memudahkanku untuk share status ke beberapa jar-sos sekaligus dalam satu langkah. Terlebih sejak AOL.com memudahkanku membalas komen teman-teman melalui email. Segalanya serba instan memang.

Bahkan di tengah segala fasilitas pekerjaan yang memudahkanku berinteraksi dengan setiap orang di penjuru dunia aku masih saja tetap tak puas, sampai suatu ketika di sore hari rasa lelahku mengantarkan ku pada langkah kaki menuju langgar di lantai dasar basement kantor. Malas rasanya harus menunggu tarikan lift yang terkesan lambat di jam pulang kantor. Dasar manusia, sudah enak ada lift, tetap saja ada alasan malas untuk menaikinya. Entah setan sedang asik menggelayuti tubuh dan pikiranku, atau aku memang sedang di dera penyakit malas shalat? Naudzu billah..

Dan disaat itu, Allah ternyata sedang menegurku dan membuka mata bathinku dari rasa malas dan sikap tak bersyukur. Di selasar antara pintu belakang menuju lobi, ada sebuah toilet. Dan di sanalah ku masuki ruang kecil dengan beberapa sekat dan kaca besar yang memamerkan sepasang westafel di dalamnya seusai shalat ashar. Dan di dalam sana, ku temukan seorang gadis. Sering aku mendapatinya di lobi gedung. Mengelap kaca lobi sampai mengelap bagian dalam lift. Ia ramah dan mudah tersenyum pada siapapun yang ia temui di lobi. Dari penampilannya, mungkin usianya sebaya denganku. Dua puluh tahunan. Wajahnya manis, anggun. Kalimat itu yang mungkin bisa melukiskan bagaimana wajahnya. Rambutnya berponi ke samping, dan digulung dalam pita harnet. Seragamnya, warna orange seragam khas office boy and girl pengelola gedung di kawasan Sudirman.

Sekilas, ia tersenyum dan menyapaku. Lucu melihat kekagetanku menatapnya yang sedang jongkok di dalam toilet. Sering memang ku temui ia di toilet itu. Membersihkan westafel atau mengepel serta menyemprotkan pewangi dalam toilet. Namun baru kutemui pekerjaannya kali ini. D
isapunya ruang sekat kecil bernama toilet, kemudian ia berhadapan dengan kloset dalam toilet itu, dilap bersih dengan air sabun setiap bagian-bagian kloset, dan tak lupa diberinya kapur barus di sisi belakangnya. Dibuangnya tissue yang menggunung dalam tempat sampah ke dalam kantong sampah dan diisi lagi tempat tissue yang kosong. Sedikitpun ia tak merasa malu, tak merasa canggung atas pekerjaan yang ia lakukan. Tak ada raut-raut kecewa dan kata-kata umpatan dalam wajahnya. Ia ikhlas menjalani pekerjaannya. Pekerjaan yang dipandang sebagaian orang sebagai pekerjaan yang memalukan. Merendahkan martabat. Dan entah apa lagi sebutannya bagi orang-orang para penggila harta dan tahta. Ia hanya berinteraksi dengan para OB dan para security gedung. Ia juga jarang berbincang dengan para pendatang toilet. Ia hanya bergumul dengan teman-temannya sesama pegawai gedung. Sedang aku? Aaah..

Lama ku terpaku di hadapan cermin besar dalam toilet itu, menyadarkanku.. Bahwa pekerjaan yang ada adalah untuk dijalani sebaik mungkin dan disyukuri. Allah memberikan rezeki untuk kita, bukan untuk disumpah serapahi. Dan saat itu pula, aku tahu.. Allah sedang menegurku secara halus, agar mampu belajar dari pekerjaan seorang Gadis Penjaga Toilet.. Terima Kasih Ya Allah.. Memberiku segala sesuatu yang layak untuk ku jalani dalam kehidupan. Jadi, sudahkah Anda bersyukur untuk segala yang Anda nikmati hari ini?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar