Selasa, 05 Februari 2013

318. Prinsip Doa


Beragam pandangan orang tentang doa, terutama di kalangan kaum sufi. Sebagian menganggap tak perlu berdoa karena semuanya sudah ditakdirkan. Namun, sebagian besar kaum sufi yakin benar kalau doa itu perlu dan penting, karena Allah sendiri memerintahkan kita berdoa dalam banyak ayat-Nya. Bahkan, Allah juga memberikan redaksi doanya sekalian. Lantaran kita percaya doa sebagai perintah, maka makbul atau tidak menjadi tak penting, karena doa tak lebih hanya sebagai bukti dari ketaatan sekaligus kelemahan dan kepasrahan total kita kepada Allah.

Maka, kalau ada orang yang berdoa dengan menargetkan agar doanya makbul, sungguh egois dan tak beradab dia, sama halnya dengan memohon agar Allah menghadirkan surga di dunia ini. Dan, kalaupun benar doanya dikabulkan, mungkin mirip dengan peristiwa kita memberi sekerat roti kepada pengemis yang tua dan buruk muka supaya ia lekas berlalu dari pintu rumah kita --begitu tamsil yang dilukiskan oleh Jalaluddin Rumi. Biasanya orang seperti inilah yang gampang menggerutu : Saya kerapkali berdoa, namun mulut saya yang berbusa belum juga disambut dengan ijabah.

Gerundelan seperti ini sebenarnya bukan hanya milik orang modern, tapi juga keluhan orang-orang yang sezaman dengan Ibrahim bin Adham, sufi berdarah biru dari istana Balkh, yang hidup pada abad ke-8. Dituturkan bahwa Ibrahim bin Adham rahimahullah melintasi pasar di Basrah. Lantas banyak manusia mengerubunginya, seraya berucap, "Wahai Abu Ishaq (Ibrahim bin Adham), kami sudah berdoa namun doa kami belum dikabulkan."

Jawab sang sufi, "Hatimu telah redup oleh sepuluh perkara :
Satu, engkau tahu Allah tapi engkau tidak menunaikan hak-Nya.
Dua, engkau merasa mencintai Rasulullah namun engkau mencampakkan sunahnya (Hadis).
Tiga, engkau membaca Alquran namun engkau tidak mengamalkan (ajarannya).
Empat, engkau nikmati segenap karunia Allah namun engkau tidak mensyukurinya.
Lima, kau bilang setan adalah musuhmu namun engkau tidak melawannya.
Enam, engkau mengatakan bahwa surga adalah hak namun engkau tidak beramal untuknya.
Tujuh, katamu neraka adalah hak namun engkau tidak lari darinya.
Delapan, menurutmu kematian adalah hak namun engkau tidak bersiap-siap untuknya.
Sembilan, engkau bangun dari tidurmu, lantas sibuk dengan aib orang lain, sementara borokmu sendiri tidak engkau hiraukan.
Sepuluh, engkau telah mengubur orang-orang yang mati di antara kamu, namun kamu tidak mengambil ibrah (pelajaran) dari mereka."

Itulah sepuluh prinsip doa yang diajarkan oleh sufi Ibrahim bin Adham. Semoga wasiat ini bisa menjadi peredam bagi kita untuk tidak gampang melemparkan sumpah serapah kepada Allah lantaran tidak segera mengabulkan doa kita. Karena boleh jadi keadaan tersebut justru kita ciptakan sendiri. Mari kita hiasi akhlak kita dengan sifat ta'ani (kalem) dan membuang jauh-jauh sifat 'ajalah (tergesa-gesa), karena ketergesaan lahir dari setan, sementara setan adalah musuh kita yang paling nyata.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar